Jumat, 23 Desember 2016

 

Museum Kereta Api Sawahlunto


Museum Kereta Api Sawahlunto sangat layak didirikan di bekas kota tambang di wilayah Sumatera Barat ini, karena memang ia memiliki sejarah yang cukup panjang dengan kereta besi. Sejarah yang tidak lepas dengan kegiatan eksploitasi tambang batubara secara besar-besaran di daerah Sawahlunto oleh pemerintah kolonial Belanda.

Museum Kereta Api Sawahlunto menempati ruangan di dalam bangunan Stasiun Kereta Api Sawahlunto ini. Gedung Stasiun Kereta Api Sawahlunto dibangun pada 1912, namun sejak 2003 angkutan batubara tidak lagi memakai kereta api, sehingga sekarang hanya digunakan untuk melayani kereta api wisata sewa dan reguler pada hari Minggu.

Pintu Museum Kereta Api Sawahlunto masih tertutup rapat ketika kami tiba di sana sekitar jam 7 pagi. Museum baru buka jam 07.30 pagi. Setelah sempat berbincang dengan kepala perawatan merangkap masinis serta kepala stasiun, petugas akhirnya datang membukakan pintu. Tiket masuk saat itu Rp.3.000 untuk umum dan Rp.1.000 untuk pelajar.
Ada koleksi jam besar stasiun di Museum Kereta Api Sawahlunto, yang sebelumnya digantung di dinding luar stasiun. Setiap pagi, semua stasiun di wilayah Sumatera Barat akan diberitahukan melalui morse untuk menyamakan jarum jam. Angka empat Romawi pada jam ini sama dengan angka pada Jam Gadang Bukittinggi, yang ditulis memakai angka IIII.


Loko Uap Wisata Mak Itam seri E 1060 yang di simpan di Museum Kereta Api Sawahlunto ini beroperasi kembali sejak 21 Februari 2009, dengan sewa Rp.3,5 juta untuk umum, dan Rp.1,5 juta untuk anak sekolah dan pelajar. Ada pula jadwal kereta api diesel yang beroperasi setiap hari Minggu dari Stasiun Padang Panjang Solok ke Stasiun Sawahlunto.

Gerbong KA Wisata Mak Itam berkapasitas 30 orang, dan bisa dilihat di bengkel Museum Kereta Api Sawahlunto. Di dalam bengkel ada satu gerbong kereta lagi yang berkapasitas 23 orang, serta satu gerbong VIP. Untuk sampai ke stasiun Muara Kalaban dibutuhkan waktu sekitar setengah jam, dengan kecepatan kereta rata-rata 10 km/jam saja.
Lokomotif Mak Itam Museum Kereta Api Sawahlunto menggunakan batubara, yang terlihat terserak di depan tungku pembakaran, untuk memanaskan ketel uapnya. Lokomotif Mak Itam seri E 1060 itu dibuat di Jerman tahun 1965 dan beroperasi sejak 1966. Sempat dibawa ke Museum Kereta Api Ambawarawa pada 1996, sebelum dikembalikan di 2008.





Dokumentasi foto di Museum Kereta Api Sawahlunto, yang memperlihatkan masa-masa kejayaan kereta api di kota tambang batubara ini. Di jalur kereta api angkutan batubara Sawahlunto – Teluk Bayur sejauh 151,5 Km dibangun lima tempat pemberhentian, yaitu di Solok, Batubata, Padang Panjang, Kayu Tanam, dan terakhir di Teluk Bayur.


Dibutuhkan waktu sampai 10 jam non-stop untuk mengangkut batubara melewati jalur ini, karena kondisi jalan yang menanjak dan berkelok. Koleksi Museum Kereta Api Sawahlunto lainnya berupa peralatan seperti alat komunikasi, sinyal, pet, lampu, roda, baterai lokomotif, dsb. Seluruh koleksi museum berjumlah 106 buah.

Gerbong VIP juga bisa dilihat di dalam bengkel Museum Kereta Api Sawahlunto. Menurut Pak Bukhari, kepala perawatan kereta api dan masinisnya, tidak begitu mudah untuk mengoperasikan KA Wisata Mak Itam yang rem-nya manual ini, melewati terowongan Lubang Kalam sepanjang 835 m yang lintasan di separuh terowongannya naik menanjak.
 
Saat itu ruangan audio-visual Museum Kereta Api Sawahlunto tampak sepi, mungkin hanya diputar jika diminta. Juga ada terompet langsir yang digunakan juru langsir saat berganti posisi loko, dengan semboyan maju dan mundur. Museum diresmikan pada 17 Desember 2005, merupakan museum kereta api kedua setelah Museum Kereta Api Ambarawa.
Museum Kereta Api Sawahlunto selengkapnya: 4.Elok 5.Pintu Museum 6.Tengara 7.Peron 8.Rendah 9.Gerbong 10.i20301



Museum Kereta Api Sawahlunto ::
Jalan Kampung Teleng, Kelurahan Pasar, Kecamatan Lembah Segar, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat. Telepon 0754-61023.
Jam Buka;
Selasa – Minggu: 08.00 – 17.00,
Senin: Tutup.
Tiket Masuk;
Umum: Rp 3.000,
Pelajar dan anak-anak: Rp 1000,
Kereta Api Mak Hitam (hanya hari Minggu) Rp. 50.000.
Tempat Wisata di Sawahlunto, Peta Wisata Sawahlunto, Hotel di Sawahlunto



 

Melihat Penangkaran ''Tukik''

di

UPTD Pusat Konservasi Penyu Pariaman!!!

 

Selain dikenal dengan objek wisata jam gadang, Sumatera Barat juga ternyata memiliki satu destinasi eko-wisata yakni Pusat Konservasi Penyu di Kota Pariaman. Di sini, kita dapat melihat bagaimana penyu-penyu yang hidup di kawasan Pariaman dipelihara dalam sebuah penangkaran.


Untuk bisa menuju pusat konservasi yang terletak di Jalan Syeh Abdul Arif, Desa Apar, Kecamatan Pariaman Utara, Sumatera Barat, tidaklah begitu sulit. Dari Pusat Kota Pariaman hanya memerlukan waktu 10 menit untuk sampai ke destinasi ini.


Begitu sampai di pusat konservasi ini, aneka jenis tukik seperti menyambut keberadaan kita. Ada beberapa jenis tukik yang bisa kita lihat di sini seperti penyu lekang, penyu hijau dan penyu sisik. Sejak 2009 tempat penangkaran penyu ini telah melakukan penangkaran kurang lebih 30.000 ekor tukik. Setelah melewati masa penangkaran, sebagian besar tukik-tukik tersebut kemudian dilepaskan ke laut.

Untuk dapat lebih dekat dan bahkan ingin menyentuh tukik-tukik ini, UPTD Pusat Konservasi Penyu Pariaman ini memiliki beberapa fasilitas yang dapat dikunjungi pengunjung seperti, ruang inkubasi peneluran penyu, hacthery, dan ruang karantina. Pengelola juga menyediakan ruang informasi untuk pengunjung yang ingin mengetahui lebih banyak informasi mengenai tukik-tukik yang ada di pusat konservasi ini.

Selain berfungsi sebagai pusat konservasi, saat ini UPTD Pusat Konservasi Penyu Pariaman juga menjadi salah satu objek eko-wisata. Tidak hanya wisatawan dari Pariaman dan Padang pada umumnya, namun wisatawan mancanegara juga menjadikan destinasi wisata ini sebagai salah satu tempat yang mereka kunjungi ketika berada di Pariaman. [YvN!/IndonesiaKaya]

Rabu, 21 Desember 2016

NGALAU indah,

Riuh Suara Alam di Puncak Payakumbuh!!!


Payakumbuh bagaikan Bandung di Jawa Barat. Kawasan ini dikelilingi oleh dataran tinggi dan pegunungan yang menjulang di berbagai penjuru. Setidaknya, ada tiga gunung besar yang puncaknya dapat kita lihat dari kota ini, yaitu, Gunung Sago, Gunung Marapi dan Gunung Singgalang. Di samping gunung-gunung tersebut, ada beberapa puncak perbukitan di dalam Kota Payakumbuh yang menjadi penghias bentang alamnya.

Keindahan panorama kota dari puncak-puncak bukit di dalam kota ini menjadi suatu daya tarik bagi sektor pariwisata. Karenanya, beberapa di antaranya dikembangkan sebagai aset wisata alam unggulan di kota terbesar ketiga di Provinsi Sumatera Barat ini.

Salah satu di antaranya adalah Puncak Ngalau Indah. Objek wisata alam ini menggabungkan keindahan panorama kota dengan suasana wisata alam yang menyenangkan.


Ngalau Indah terletak sekitar 4 km dari pusat Kota Payakumbuh atau 31 km dari Bukittinggi. Objek ini merupakan sebuah gua alam dengan beberapa mulut gua sebagai akses masuk dan keluar. Di dalam gua besar ini kita dapat melihat keindahan stalagtit dan stalagmit yang masih terjaga dengan baik.

Gua ini dihuni kawanan kalelawar yang membuatnya senantiasa dipenuhi suara riuh sepanjang waktu. Selain kalelawar, terdapat burung walet yang bersarang diantara celah-celah langit-langit yang menjulang dengan tinggi sekitar 10 meter.

Di dalam gua dengan ketinggian 640 mdpl ini juga terdapat sejumlah bagian dari gua yang memiliki bentuk unik dan sangat khas. Salah satu diantaranya adalah batu gong. Batu gong adalah sebuah batu berlubang dengan bentuk seperti kerucut berongga atau menyerupai lonceng. 


Letaknya tepat berada di sisi kiri dari pintu masuk gua. Bentuknya yang unik, membuat batu ini menghasilkan pantulan suara yang cukup nyaring. Ada pula dua buah batu yang terletak berdampingan secara vertikal dengan bentuk menyerupai gajah dan jamur. Selain itu, ada pula yang memiliki bentuk kelambu, payung, dan manusia.

Trek perjalanan menyusuri jalan setapak dari pintu masuk gua hingga pintu keluar gua berjarak sekitar 80 meter. Jalur setapak tersebut tidak mendatar tetapi berupa jalur menurun dan menanjak dengan banyak anak tangga.

Ada pintu keluar lain menuju trek kearah Puncak Marajo dengan jarak kurang lebih sekitar 1 km. Selain menjelajahi gua, pengunjung juga dapat menikmati panorama Kota Payakumbuh secara utuh di tengah taman dengan pepohonan yang rindang dan angin semilir.

Akses menuju gerbang masuk kawasan ini melalui Jalan Soekarno-Hatta. Dari gerbang masuk hingga ke areal parkir kita akan melalui jalur menanjak yang berjarak kurang lebih 800 meter. Jalur ini  dikelilingi oleh kawasan hutan wisata seluas kurang lebih 10 Ha yang menjadikannya sejuk dan rindang.

Pada akhir pekan, jalur menuju Ngalau Indah ini menjadi tempat favorit warga Payakumbuh untuk olahraga atau sekedar berjalan-jalan bersama keluarga. Setiap minggunya kawasan ini juga menjadi ajang 'car free day'. Masyarakat datang secara beramai-ramai berjalan kaki menyusuri jalur tersebut hingga ke puncaknya. [Andre/IndonesiaKaya]

Minggu, 18 Desember 2016

Green House ‘Lezatta’

 
     Nuansa serba hijau ini terletak di Jl. Bukittinggi-Payakumbuh, km 9.5, Baso, Kab. Agam-Sumatera Barat.

     Dari Kota Bukittinggi, Green House ini berada di sebelah kiri sebelum SPBU Baso. Akses ke  lokasi terbilang mudah, hanya dengan menaiki transportasi umum, yaitu angkot biru muda dari Aur Kuning.
   
     Perjalanan menuju Lezatta membutuhkan waktu sekitar 20 hingga 30 menit. Insert untuk pengunjung dewasa Rp 10.000,- dan anak-anak Rp 5.000,-.

     Green house lezatta rumah kuno eropa dan interior eropa kuno yg dipadu dg rangkaian2 bunga2 anggrek cantik dan baju2 bridal  yg cantik dan mewah utk boot pemotretan dengan biaya sewa Rp 50.000,-.

Green house lezatta menerima pesanan souvenir kaktus cantik utk perkawinan;